Pernahkah terbayang dalam benak, jika suatu saat penggunaan media
digital dalam proses belajar-mengajar, berkembang lebih jauh daripada
sekedar sebagai alat bantu mengajar? Media digital memiliki kelenturan
nyaris tak terbatas. Penggunaannya bisa dirancang sedemikian rupa sesuai
dengan tujuan serta kreativitas pemakainya. Untuk dunia pendidikan,
media seperti ini adalah aset yang sangat berharga. Terutama karena
pendidikan ditujukan untuk menghasilkan SDM berkualitas.
Menurut Razi Thalib, CEO dari Bridges & Balloons Digital Agency,
pendidikan adalah salah satu kunci untuk menghasilkan sebuah masyarakat
yang memiliki standar tinggi dalam suatu pencapaian. “Masyarakat
seperti itu yang akan membentuk kultur baru yang lebih sophisticated.
Sebuah kultur yang menghendaki kualitas terbaik dalam segala hal; baik
itu dalam hal bisnis, pemerintahan, maupun penyediaan layanan
masyarakat,” ujarnya.
Pria kelahiran tahun 1980 ini mengatakan
lebih lanjut, bahwa media digital dapat dikembangkan menjadi sarana
untuk mempermudah manajemen sekolah. Misalnya, sekolah dapat merancang
sistem digital yang memungkinkan siswa dan guru mengisi buku absen
secara online; yang digabung dengan sistem pengecekan, agar
orangtua bisa tahu apakah anaknya bolos atau tidak. Atau misalnya,
sekolah menyediakan sistem akses yang membuat siswa dan orangtua bisa
mendapatkan catatan rapor dan aktifivas mereka setiap saat tanpa harus
datang ke sekolah dan menjalani prosedur rumit.
“Itu akan menghemat banyak waktu serta praktis dalam hal
manajemennya. Juga memudahkan pihak sekolah maupun orangtua untuk segera
mengambil langkah jika menemukan ada kecenderungan prestasi siswa
menurun, atau ada masalah lain yang mengganggu interaksi mereka di
sekolah,” ungkap Razi, yang menjadikan utak-atik media digital sebagai
salah satu hal yang sangat digemarinya.
Sekolah juga dapat mengembangkan media digital sebagai sarana
menumbuhkan sikap kritis serta memperluas akses informasi dan ilmu
pengetahuan bagi siswanya. “Sekarang ini, hampir setiap siswa boleh
dibilang dapat menggunakan internet. Namun apakah itu sudah dibarengi
dengan tumbuhnya sikap kritis atau pengetahuan tentang bagaimana
mengolah informasi? Saya yakin belum sepenuhnya ke arah situ,” ujar Razi
lagi.
Para birokrat, guru, dan orangtua perlu mulai memberi ruang yang
cukup bagi siswa. Sebab selama ini, ada kecenderungan para pengambil
kebijakan dan pelaksana masih berusaha mempertahankan status quo;
dengan menghambat akses informasi atau mengangkat orang-orang yang
kualifikasinya dipertanyakan. Juga masih lazim terjadi, mereka tidak
memperkenankan adanya kritik yang muncul dari siswa dan menutup pintu
dialog. Padahal justru kedua hal itu sangat penting untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis.
“Mau tidak mau, dengan berkembangnya dunia digital serta kemudahan
akses internet, siswa akan mendapatkan apapun yang mereka mau; termasuk
jenis informasi yang destruktif. Jadi, mereka perlu mendapat input
tentang itu dari pihak sekolah dan orangtua. Bukalah kesempatan
seluasnya bagi siswa untuk bertanya, mencoba, dan mengembangkan
kemampuan nalarnya. Jelaskan dengan logika dan standar moral secara
umum; serta hindari reaksi yang dogmatis, seperti melarang tanpa
penjelasan tuntas. Gunakan media digital untuk mempermudah proses
belajar-mengajar, dan membantu siswa mendapatkan informasi yang relevan
serta melakukan riset untuk tugas sekolah mereka,” ujar Razi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar