Sebut saja itu, suatu hal yang masih sungkan aku sebut. Berat rasanya untuk mengungkapkan hal itu. Mengingat hal itu seperti guntur yang tiba-tiba menyambar aku, secara kilat dan meninggalkan kesan. Itu sesungguhnya keinginanku, itu juga merupakan impian ku, tapi itu juga yang menjadi penghambat ku. Penghambat untuk aku melangkah kedepan. Dilema itu selalu mengahmpiri bersama jutaan harapan yang selalu berjalan menghampiriku. Dan bersama itu juga aku terjatuh lemah dengan angan ku yang terus hilang entah kemana. Aku merasa terperosok dihamparan bakau yang membuat aku sulit untuk berdiri tegap. Keinginan aku untuk itu tidaklah mudah, di masa ini aku benar-benar di uji.
Lepas dari itu, aku pun mengerti. Bahwa aku telah salah memilih. Kesalahan yang terjadi saat ini bukan kesalahan hari esok. Aku sadar itu. Biarlah aku begini. Ini bukan sikap pasrah dan menyerah, bukan juga menunggu yang tidak pasti adanya.
***
di ambil dari Papan catur |
Sebut saja dia, dia seperti bayanganku ketika malam. Ada disaat pencahayaan yang cukup. Ketika temaram tiba, bayangan itu pun sirna. Sekilas aku mengerti, aku persinggahan sementaramu. Seperti bayangan itu. Orang yang aku sebut dia, memberi sedikit arti yang berbeda. Tapi sudahlah, dia menjadikan aku bayangannya ketika siang, dan begitu juga dengan aku, menjadikan dia bayangan ketika malam tiba. Aku ingin berkata kepada dia. "Aku tahu kamu menikmati masa itu, begitu juga aku. Aku selalu ikuti permainanmu. Dan ingat, jangan pernah berpikir aku akan terus menjadi temapat bermain mu. Karena aku tahu, yang tidak kamu mengerti."
Biar bentuk rasa ini apa adanya. Bukan karena ada apanya. Biar ini memberi arti sendiri. menyadarkan kita bahwa kita masih punya waktu untuk berkata. Bukan untuk bersama.
***
Di ambil dari papan catur |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar