Aku obe, nama aku memang seperti
cowok. Tapi aku sebenarnya adalah seorang cewek tambun. Namaku Obelikha Karunia
Putri. Dahulu teman-teman sering menggoda aku dengan sebutan Obesitas, yah..
aku tidak pernah marah dengan mereka, karena memang seperti itulah aku apa
adanya. Kebiasaan mereka dahulu menggoda aku yang membuat aku semakin percaya
pada diriku sendiri. Cewek cantik itu tidak hanya terlihat dari fisik. Segala
yang kita punya bila yakin. tentunya akan terlihat cantik. Aku senang menulis
dan fotographi, aku juga suka musik. Dunia inilah yang membuat hidup ku sungguh
penuh warna.
Menjadi anak tunggal bukanlah
sebuah keinginan, tetapi ini karena kesehatan mama aku yang tidak memadai.
Sesungguhnya aku ingin sekali memiliki adik, untuk teman tentunya. Aku tahu,
sesungguhnya mama juga meninginkan itu. Yah sudahlah, itu sebagian kisah masa
laluku. Kegemaran ku pada makanan membuat aku suka memasak. Dari kecil aku
sudah hobi memasak. Sampai aku pernah beberapa kali mengikuti perlombaan
memasak. Berarti tambah lagi hobiku menjadi menulis, foto, musik dan memasak
tentunya. Dari hobi-hobi inilah aku memiliki banyak teman. Inilah dunia Obe.
Sehari-hari aku berkuliah pada
jurusan yang jauh sama sekali dengan hobiku. Jelas saja, ini dikarenakan aku
menyukai keanekaragaman. Aku suka menoba
hal baru. Tentu saja dengan pendidikan formalku di bangku kuliah saat ini, bisa
menambah pengalaman dan pengetahuan ku.
***
Suatu pagi, angin bertiup begitu
kencang, hujan pun enggan berhenti, rintikan hujan menenangkan aku. Aroma tanah
yang sempat gersang menjadi kuyup dengan siraman yang begitu deras. Tiba-tiba
sang petir seolah bersahutan, memaksa aku untuk tetap dirumah. Tidak melakukan
apapun. Hanya ditemani segelas capucinno hangat.
Entah dorongan dari mana, aku pun
tiba-tiba membuka sebuah almari, dan aku melihat sebuah kotak usang. “Ahhh, ini
dia..”, “sudah lama aku cari..Dream Box”.
Sejenak aku termangu. Berpikir keras, siapakah yang menyimpan Dream Box ku di sini.
Satu persatu aku mengeluarkan isi Dream Box ku, ingatan pun turut melayang
pada ingatan masa lalu. Aku melihat sebuah foto, fotoku bersama Piyo. “Aku
kangen kamu piyooo” sedikit berteriak aku mengucap nama itu kembali. Setelah
sekian lama aku menyimpan itu dengan rapat. Rasa rindu itu semakin menjadi
ketika masa lalu mengisi seluruh sudut pikiranku. “Yoo’, dimana kamu?”… “ini Dream Box kita yoo..”, hanya ini yang
aku miliki, sebagai kenangan untuk kita. Foto-foto kita dari kecil hingga
remaja.
Air mata ku pun tak terbendung
lagi, sebuah ingatan kembali mengisi pikiranku, begitu jelas diingatan akan
kecelakaan maut itu. Aku dan piyo tergeletak. Ketika itu aku sadar, dalam sakit
aku memandangi sekitar, aku melihat piyo dari kejauhan. Piyo tidak sadarkan diri.
Aku mencoba untuk bergerak, merangkak kearah Piyo namun aku tak kuasa. kemudian
aku pun lupa apa yang terjadi setelah itu. Sampai akhirnya aku siuman. Dan
dalam bisikan lembut. “Obe, ini mama…”. Dan mama pun berkata, “be, jangan tanya
tentang piyo yah, dia udah tenang sekarang”.
Sejak perkataan mama itu, aku tidak
pernah bertanya pada mama lagi. Walaupun aku berusaha mencari piyo. Bila dia
telah tiada di mana makamnya. Aaargghh.. Sebuah jam tangan pemberian piyo
mengingatkan aku kembali. Masa dimana kami selalu berangkat sekolah bersama.
“Piyoo, maafkan aku, karena keegoisan aku dulu jadinya kita mengalami
kecelakaan itu”. Dan akhirnya aku pun memeluk erat fotoku bersama piyo, aku
memakai kembali jam pemberian piyo hingga aku terlelap dalam mimpi. Dalam hati
pun aku berdoa untuk piyo.
***
Sore harinya, udara masih terasa
begitu dingin. Sepanjang jalan banyak air tergenang dengan pola yang menarik.
Kupandangi seluruh pola dan kuabadikan. Alam memang begitu indah, semakin indah
bila kita mampu menggunakan itu sebagai sebuah karya. Beberapa sudut sekitar
kompleks aku datangi. Basahnya dedaunan membuat aku begitu bersemangat. Mencari
pembidikan yang tepat. Sepulang aku mengelilingi kompleks. Aku bertemu dengan
mama.
“Obe,
besok kamu ada acara tidak?”, “gak ada
ma, kenapa?”. “Mama mau ngajak kamu keluar”, “Jam berapa ma?” Kalau pagi, obe
gag bisa ma. “. ”Sore sayang, kamu ikut
mama yah..,mau kan?”. “kemana?” dengan nada yang begitu penasaran.
“Bandara” jawab mama yang begitu singkat. “Mama mau kemana?”, tidak mama mau
menjemput teman lama” sahut mama dengan nada agak sedikit berbeda. “iyah ma”
dengan nada yang datar, walaupun sesungguhnya dibenakku menyimpan pertanyaan. Mama
sedikit berbeda ketika ingin mengajakku ke bandara, tidak seperti biasanya.
***
Sesuai janji ku dengan mama, aku
dan mama pun berangkat ke bandara. Di mobil, mama hanya terdiam dan sesekali
tersenyum. Aku pun sesekali mencuri pandang ke mama. Sesungguhnya, aku ingin
bertanya pada mama akan keberadaan Dream
Box ku. Aku kembali memandangi mama dan menarik nafas panjang, memacu
adrenalin untuk mengumpulkan keberanian berbicara pada mama. “Uuuuchh”….
“Ma..obe boleh Tanya sesuatu?”
dengan perasaan tegang. “Kenapa sayang?” jawab mama ringan. Dengan perasaan
lega aku pun kembali memulai pembicaraan. “Ma, mama yang nyimpenin Dream
Box Obe yah?”, “hmmm…” mama terlihat
kaget ketika aku berbicara tentang itu. “Makasih ya ma, itu semua kenangan Obe
dengan Piyo, Obe kangen Piyo ma. Kangen dengan kebersamaan kami dahulu. Andai
saja, obe masih ada pasti Obe dengan Piyo masih seperti yang dulu. Piyo selalu
membela Obe ma, kalau teman-teman suka ngeledekin obe. Piyolah yang mengerti
Obe ma”.
“Kamu suka dengan piyo,be?”, dengan
nada yang sedikit menghibur. “Jujur obe suka sama Piyo ma, tapi Obe tahu, Obe
suka cewek seperti apa”. “Yang pasti bukan seperti Obe ma”. Tandas ku dengan
cepat. “Kok kamunya pesimis gitu? Kenapa?”, “ya iyalah ma, Obe ini gemuk, mana
mungkin Piyo yang secakep itu mau dengan Obe, syukur-syukur dulu Piyo mau
berteman dengan anak mama yang tambun ini,heheee…” aku pun sudah bisa
tersenyum, walaupun masih terasa begitu pahit. “Ah, kamu bisa aja be, cintakan
gag selamanya mandang dari fisik be!”.. Mama berusaha memberi pengertian
padaku. “Huffft, lagian Piyo juga sudah tenang disana ma, mungkin ini takdir
Obe untuk menyimpan semuanya, sulit mencari teman seperti Piyo ma”. PING!!,
handphone mama pun berbunyi..
Pembicaraan
aku dan mama pun terputus sementara, karena mama menerima telepon dari seorang
teman. Terlihat mama begitu akrab menyapa. Aku pun kembali mendengarkan radio
favoritku, sambil mengingat apa yang telah aku ceritakan dengan mama tadi.
Bandara pun semakin dekat, dan aku pun belum mengetahui tujuan mama mengajakku
kebandara.
***
Di
bandara aku hanya terdiam, memperhatikan sekitar saja. Sedangkan mama sibuk
menghubungi temannya tersebut. Aku menunggu sendiri. Menunggu mama yang sedang
menjemput temannya itu. Sespecial apakah tamu mama? Entahlah. Aku menikmati
keadaan sekitar. Setiap orang disekitar aku individualismenya tinggi. Mereka sibuk
dengan gadget yang mereka punya.
Sedangkan aku, dengan kamera mungil aku menyempatkan diri untuk mencari tempat
untuk ku jadikan objek potret ku.
Tiba-tiba,
dari kejauhan aku melihat mama dan beberapa orang disamping mama. Mereka
tersenyum pada aku. Aku pun tersenyum manis melihat kehadiran mereka. Sesekali
aku menjepret mereka dari kejauhan. Kupandangi kamera ku tapi aku benar-benar
lupa. Siapa objek yang aku foto. Kecelakaan aku dan Piyo yang menyebabkan
ingatan aku sedikit terganggu. Terkadang aku sering lupa dengan masa lalu, dan
terkadang aku ingat hal-hal kecil yang terjadi dimasa lalu. Untuk kali ini aku
benar-benar lupa.
“Obe,
kamu masih ingetkan mereka siapa?”, dengan senyum sumringah mama kembali
memperkenalkan aku dengan mereka. Aku pun hanya bisa tersenyum. “Obe apa kabar
sayang?” seorang ibu sebaya dengan mama ku menegur aku penuh akrab, sambil
menundukan kepala aku pun mencium tangan teman mama dan yang lainnya. Sampai
saat aku bersalaman dengan seorang pria sebaya aku, yang aku yakin itu adalah
anak dari teman mama.
“Aku
Piyo be”, dengan nada yang begitu semangat. Aku sangat terkejut, rasa bingung,
heran dan tidak percaya yang ada saat itu. Aku terdiam. “Bohong!!” lalu aku
berlari, sambil memegang kepalaku yang sakit, semakin aku berusaha mengingat
semakin terasa sakit. Aku benar-benar tidak percaya, kalau Piyo masih hidup.
Mungkin aku bahagia karena aku bisa bertemu Piyo kembali.
Maret 2012
sumber |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar