Kamis, 21 Juni 2012

Dream Box


Aku obe, nama aku memang seperti cowok. Tapi aku sebenarnya adalah seorang cewek tambun. Namaku Obelikha Karunia Putri. Dahulu teman-teman sering menggoda aku dengan sebutan Obesitas, yah.. aku tidak pernah marah dengan mereka, karena memang seperti itulah aku apa adanya. Kebiasaan mereka dahulu menggoda aku yang membuat aku semakin percaya pada diriku sendiri. Cewek cantik itu tidak hanya terlihat dari fisik. Segala yang kita punya bila yakin. tentunya akan terlihat cantik. Aku senang menulis dan fotographi, aku juga suka musik. Dunia inilah yang membuat hidup ku sungguh penuh warna.
Menjadi anak tunggal bukanlah sebuah keinginan, tetapi ini karena kesehatan mama aku yang tidak memadai. Sesungguhnya aku ingin sekali memiliki adik, untuk teman tentunya. Aku tahu, sesungguhnya mama juga meninginkan itu. Yah sudahlah, itu sebagian kisah masa laluku. Kegemaran ku pada makanan membuat aku suka memasak. Dari kecil aku sudah hobi memasak. Sampai aku pernah beberapa kali mengikuti perlombaan memasak. Berarti tambah lagi hobiku menjadi menulis, foto, musik dan memasak tentunya. Dari hobi-hobi inilah aku memiliki banyak teman. Inilah dunia Obe.
Sehari-hari aku berkuliah pada jurusan yang jauh sama sekali dengan hobiku. Jelas saja, ini dikarenakan aku menyukai keanekaragaman.  Aku suka menoba hal baru. Tentu saja dengan pendidikan formalku di bangku kuliah saat ini, bisa menambah pengalaman dan pengetahuan ku.
***
Suatu pagi, angin bertiup begitu kencang, hujan pun enggan berhenti, rintikan hujan menenangkan aku. Aroma tanah yang sempat gersang menjadi kuyup dengan siraman yang begitu deras. Tiba-tiba sang petir seolah bersahutan, memaksa aku untuk tetap dirumah. Tidak melakukan apapun. Hanya ditemani segelas capucinno hangat.
Entah dorongan dari mana, aku pun tiba-tiba membuka sebuah almari, dan aku melihat sebuah kotak usang. “Ahhh, ini dia..”, “sudah lama aku cari..Dream Box”. Sejenak aku termangu. Berpikir keras, siapakah yang menyimpan Dream Box ku di sini.
Satu persatu aku mengeluarkan isi Dream Box ku, ingatan pun turut melayang pada ingatan masa lalu. Aku melihat sebuah foto, fotoku bersama Piyo. “Aku kangen kamu piyooo” sedikit berteriak aku mengucap nama itu kembali. Setelah sekian lama aku menyimpan itu dengan rapat. Rasa rindu itu semakin menjadi ketika masa lalu mengisi seluruh sudut pikiranku. “Yoo’, dimana kamu?”… “ini Dream Box kita yoo..”, hanya ini yang aku miliki, sebagai kenangan untuk kita. Foto-foto kita dari kecil hingga remaja.
Air mata ku pun tak terbendung lagi, sebuah ingatan kembali mengisi pikiranku, begitu jelas diingatan akan kecelakaan maut itu. Aku dan piyo tergeletak. Ketika itu aku sadar, dalam sakit aku memandangi sekitar, aku melihat piyo dari kejauhan. Piyo tidak sadarkan diri. Aku mencoba untuk bergerak, merangkak kearah Piyo namun aku tak kuasa. kemudian aku pun lupa apa yang terjadi setelah itu. Sampai akhirnya aku siuman. Dan dalam bisikan lembut. “Obe, ini mama…”. Dan mama pun berkata, “be, jangan tanya tentang piyo yah, dia udah tenang sekarang”.
Sejak perkataan mama itu, aku tidak pernah bertanya pada mama lagi. Walaupun aku berusaha mencari piyo. Bila dia telah tiada di mana makamnya. Aaargghh.. Sebuah jam tangan pemberian piyo mengingatkan aku kembali. Masa dimana kami selalu berangkat sekolah bersama. “Piyoo, maafkan aku, karena keegoisan aku dulu jadinya kita mengalami kecelakaan itu”. Dan akhirnya aku pun memeluk erat fotoku bersama piyo, aku memakai kembali jam pemberian piyo hingga aku terlelap dalam mimpi. Dalam hati pun aku berdoa untuk piyo.
***
Sore harinya, udara masih terasa begitu dingin. Sepanjang jalan banyak air tergenang dengan pola yang menarik. Kupandangi seluruh pola dan kuabadikan. Alam memang begitu indah, semakin indah bila kita mampu menggunakan itu sebagai sebuah karya. Beberapa sudut sekitar kompleks aku datangi. Basahnya dedaunan membuat aku begitu bersemangat. Mencari pembidikan yang tepat. Sepulang aku mengelilingi kompleks. Aku bertemu dengan mama.
            “Obe, besok kamu ada acara tidak?”,  “gak ada ma, kenapa?”. “Mama mau ngajak kamu keluar”, “Jam berapa ma?” Kalau pagi, obe gag bisa ma. “. ”Sore sayang, kamu ikut  mama yah..,mau kan?”. “kemana?” dengan nada yang begitu penasaran. “Bandara” jawab mama yang begitu singkat. “Mama mau kemana?”, tidak mama mau menjemput teman lama” sahut mama dengan nada agak sedikit berbeda. “iyah ma” dengan nada yang datar, walaupun sesungguhnya dibenakku menyimpan pertanyaan. Mama sedikit berbeda ketika ingin mengajakku ke bandara, tidak seperti biasanya.
***
Sesuai janji ku dengan mama, aku dan mama pun berangkat ke bandara. Di mobil, mama hanya terdiam dan sesekali tersenyum. Aku pun sesekali mencuri pandang ke mama. Sesungguhnya, aku ingin bertanya pada mama akan keberadaan Dream Box ku. Aku kembali memandangi mama dan menarik nafas panjang, memacu adrenalin untuk mengumpulkan keberanian berbicara pada mama. “Uuuuchh”….
“Ma..obe boleh Tanya sesuatu?” dengan perasaan tegang. “Kenapa sayang?” jawab mama ringan. Dengan perasaan lega aku pun kembali memulai pembicaraan. “Ma, mama yang nyimpenin  Dream Box  Obe yah?”, “hmmm…” mama terlihat kaget ketika aku berbicara tentang itu. “Makasih ya ma, itu semua kenangan Obe dengan Piyo, Obe kangen Piyo ma. Kangen dengan kebersamaan kami dahulu. Andai saja, obe masih ada pasti Obe dengan Piyo masih seperti yang dulu. Piyo selalu membela Obe ma, kalau teman-teman suka ngeledekin obe. Piyolah yang mengerti Obe ma”.
“Kamu suka dengan piyo,be?”, dengan nada yang sedikit menghibur. “Jujur obe suka sama Piyo ma, tapi Obe tahu, Obe suka cewek seperti apa”. “Yang pasti bukan seperti Obe ma”. Tandas ku dengan cepat. “Kok kamunya pesimis gitu? Kenapa?”, “ya iyalah ma, Obe ini gemuk, mana mungkin Piyo yang secakep itu mau dengan Obe, syukur-syukur dulu Piyo mau berteman dengan anak mama yang tambun ini,heheee…” aku pun sudah bisa tersenyum, walaupun masih terasa begitu pahit. “Ah, kamu bisa aja be, cintakan gag selamanya mandang dari fisik be!”.. Mama berusaha memberi pengertian padaku. “Huffft, lagian Piyo juga sudah tenang disana ma, mungkin ini takdir Obe untuk menyimpan semuanya, sulit mencari teman seperti Piyo ma”. PING!!, handphone mama pun berbunyi..
Pembicaraan aku dan mama pun terputus sementara, karena mama menerima telepon dari seorang teman. Terlihat mama begitu akrab menyapa. Aku pun kembali mendengarkan radio favoritku, sambil mengingat apa yang telah aku ceritakan dengan mama tadi. Bandara pun semakin dekat, dan aku pun belum mengetahui tujuan mama mengajakku kebandara.
***
Di bandara aku hanya terdiam, memperhatikan sekitar saja. Sedangkan mama sibuk menghubungi temannya tersebut. Aku menunggu sendiri. Menunggu mama yang sedang menjemput temannya itu. Sespecial apakah tamu mama? Entahlah. Aku menikmati keadaan sekitar. Setiap orang disekitar aku individualismenya tinggi. Mereka sibuk dengan gadget yang mereka punya. Sedangkan aku, dengan kamera mungil aku menyempatkan diri untuk mencari tempat untuk ku jadikan objek potret ku.
Tiba-tiba, dari kejauhan aku melihat mama dan beberapa orang disamping mama. Mereka tersenyum pada aku. Aku pun tersenyum manis melihat kehadiran mereka. Sesekali aku menjepret mereka dari kejauhan. Kupandangi kamera ku tapi aku benar-benar lupa. Siapa objek yang aku foto. Kecelakaan aku dan Piyo yang menyebabkan ingatan aku sedikit terganggu. Terkadang aku sering lupa dengan masa lalu, dan terkadang aku ingat hal-hal kecil yang terjadi dimasa lalu. Untuk kali ini aku benar-benar lupa.
“Obe, kamu masih ingetkan mereka siapa?”, dengan senyum sumringah mama kembali memperkenalkan aku dengan mereka. Aku pun hanya bisa tersenyum. “Obe apa kabar sayang?” seorang ibu sebaya dengan mama ku menegur aku penuh akrab, sambil menundukan kepala aku pun mencium tangan teman mama dan yang lainnya. Sampai saat aku bersalaman dengan seorang pria sebaya aku, yang aku yakin itu adalah anak dari teman mama.
“Aku Piyo be”, dengan nada yang begitu semangat. Aku sangat terkejut, rasa bingung, heran dan tidak percaya yang ada saat itu. Aku terdiam. “Bohong!!” lalu aku berlari, sambil memegang kepalaku yang sakit, semakin aku berusaha mengingat semakin terasa sakit. Aku benar-benar tidak percaya, kalau Piyo masih hidup. Mungkin aku bahagia karena aku bisa bertemu Piyo kembali.
Maret 2012


sumber

Tidak ada komentar: